Jourdaz
Sebuah pulau kecil di perairan Hindia, dedaunan pohon melambai mengiringi angin yang bertiup dari arah
laut, batangnya berdiri kokoh dengan gagah di hamparan pasir putih, buah-buah segar bergantungan
pada setiap batangnya. Laut yang membentang luas menjadi beranda kesempurnaan
hutan lebat di jantung pulau yang dikelilinginya. Burung-burung camar terbang bergerombolan,
menunggu santapan yang muncul dari
dalam laut.
Selang beberapa waktu, tak jauh dari pulau, sebuah kapal melaju
memecah ketenangan laut. Kapal itu melaju terus ke arah pulau, hingga kapal itu
berhenti tepat di perairan tepi pantai. Salah satu awak kapal melemparkan
jangkar dan beberapa awak lainnya menurunkan dua buah sekoci. Setelah
mempersiapkan keperluan seperti peralatan dan beberapa senjata untuk
berjaga-jaga, seorang wanita cantik dan diikuti oleh beberapa orang
dibelakangnya turun ke sekoci dan mulai mendayung kearah pantai.Wanita itu mengenakan
topi dan kaca mata hitam. Ia bernama Marrie Davina, seorang dokter
terkenal di kota besar. Suaminya adalah seorang tentara yang meninggal diwaktu
mendapat tugas militer ke sebuah negara yang tengah konflik. Semenjak ditinggal
mati oleh suaminya, Marrie bekerja keras demi mempertahankan perekonomian
keluarga.
“Bard!”teriak Marrie dari atas sekoci.
Keluar
seorang pria dalam kapal, dengan perawakan gendut dan jambang yang hampir
memenuhi mukanya.
“Ya nyonya"jawab Bard.
“Tolong jaga Maggie, jangan biarkan dia keluar dari kapal"Marrie memberi perintah dengan menunjuk
kearah kapal.
“baik nyonya."jawab
Bard.
Bard adalah
orang yang sangat di percaya oleh suami Marrie. Hampir dua belas tahun pria tua ini menjadi pelayan suaminya, membantu
urusan rumah dan beberapa hal. Namun, semenjak suami Marrie meninggal, Bard
ditugaskan Marrie untuk menjaga Maggie.
Marrie tidak bisa meninggalkan Maggie sendirian dirumah, ia
mengajak Bard untuk menemani Maggie dikapal.Maggie
adalah putri satu-satunya Marrie, seorang gadis kecil pendiam yang berumur
sebelas tahun, ia terlahir dengan paras yang mirip dengan ibunya. Semenjak
ayahnya meninggal, Maggie selalu ingin menemani ibunya setiap saat,
menghabiskan waktu dirumah dengan tidak bergaul dengan teman-temannya.
Marrie ingin
meneliti tumbuh-tumbuhan untuk dijadikannya obat-obatan. Ketika ia sedang
bingung untuk memilih lokasi penelitian, asistennya memberikan penawaran sebuah
pulau yang katanya belum pernah di singgahi oleh siapapun. Marrie menyetujui
penawaran asistennya tanpa alasan apapun, karna ia memang sangat ingin meneliti
tumbuhan baru untuk dijadikannya bahan obat-obatan.
Angin bertiup kencang, deburan ombak yang menghantam membuat
sekoci bergoyang kuat. Marrie memandang rimba yang sudah ada di depan matanya.
“kenapa pulau ini tidak pernah didatangi oleh para-para
penjelajah?”tanya Marrie
“konon pulau ini ada monsternya nyonya”kata pemimpin kelompok yang
disewa Marrie untuk menjaga ekspedisi ini.
“monster? Aku tidak percaya dengan hal seperti itu, monster adanya
didongeng-dongeng”balas Marrie.
“jangan sombong nyonya hahaha”pria itu tertawa dengan keras dan
menenggak minuman yang selalu dibawanya setiap berpetualang.
“bukankah pulau ini terlihat sangat indah?”Marrie memandang pulau
hijau di depan matanya.
“sama seperti nyonya, sangat cantik, tapi berbahaya,
hahahaha”katanya dengan disusul anak buahnya yang ikut tertawa.
“hati-hati kalau berbicara!”bentak Marrie.
“wow, galak! Kau dibentaknya bos, Hahaha”kata salah satu anak buahnya.
“Lebih dari sepuluh tahun aku berlayar, tidak pernah wanita cantik
seperti nyonya diatas kapalku, aku tersanjung”katanya mencoba sopan dengan
menundukkan kepalanya.
“apa kau pernah ke pulau ini?”tanya Marrie tanpa memperdulikan
ucapan pria itu.
“banyak pulau yang telah aku kunjungi, dan tidak semuanya bisa
kuingat, namun pulau ini sepertinya belum”katanya sambil menenggak habis
minumannya.
“sepertinya kau mabuk?”kata Marrie.
“hahaha, tidak nyonya, aku masih mampu menghabiskan lima barrel
minuman tanpa mabuk, apalagi hanya satu botol ini,”seraya melempar botol
kedalam laut.
“kau terlalu banyak bicara”ujar Marrie.
“tenang nyonya, tidak perlu tegang”balasnya.
“bagaimana aku bisa tenang dengan sikapmu seperti itu!”Marrie
mulai terlihat kesal.
“aku menganggap ini adalah liburan dengan wanita cantik seperti
nyonya, hahaha”katanya dengan bangga.
Marrie tidak lagi menjawab ocehan pria itu, ia sudah sangat kesal
dengan sikap tidak sopannya.
Pria itu
bernama Jack, yang ia temui di pelabuhan tiga hari yang lalu, ketika ia hendak
berlayar, pria ini mendekatinya dan memberikan satu penawaran untuk menjadi
pengawalnya. Sejak awal Marrie sebenarnya sudah tidak menyukai pria itu,
tampangnya sangar dengan bekas luka di wajahnya. Namun karna menurut orang-orang
dipelabuhan Jack adalah orang yang biasa berlayar dan mempunyai beberapa
anggota anak buah, akhirnya Marrie menyewa dia dan beberapa anak buahnya. Satu
lagi yang Marrie tak suka dari Jack adalah pria yang suka minum alkohol.
Sekoci telah sampai di tepi pantai, beberapa anggota mendorong
sekoci agar sampai di hamparan pasir. Beberapa awak kapal mengikatkan sekoci
kesebuah batu karang yang besar agar tak terbawa arus.
“ini kah pulau yang kau maksud,Bob?"tanyanya sambil memandan hutan rimba itu.
“Benar nyonya, pulau ini bernama Jourdaz."jawabnya.
Sebelum turun Marrie membuka gaunnya. Kini ia hanya memakai santai berwarna putih dan
celana pendek, dengan memanggul tas ransel yang besar ia melangkah dan turun
dari kapal.
“hahaha
betapa beruntungnya aku!”kata Jack sambil memandang ke tubuh Marrie.
“gaun itu
hanya akan menghambat langkahku didalam hutan”sahut Marrie.
“periksa
amunisi kalian, jangan dibuang untuk hal yang tidak perlu”kata Jack.
“apa kita
akan mendirikan tenda dipantai ini dulu nyonya?”tanya Bob.
“tidak usah,
kita langsung masuk kedalam”kata Marrie.
Marrie
sengaja mengajak Bob dalam penelitian ini. Selain menjaganya, Bob juga
merupakan asisten Marrie dalam setiap penelitian-penelitiannya.
Siang itu
suasana pantai begitu panas, membuat kulit Marrie terlihat merah kepanasan.
Setetes keringat mengalir dari pipinya. Ia segera melangkah masuk kedalam hutan
untuk mengelakkan sengatan matahari yang terasa membakar kulitnya.
To be continued..
To be continued..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar